Sustainable Island Developement Initiatives (SIDI) Week kembali hadir tahun ini. Kini, SIDI Week dibuka dengan presentasi hasil penelitian sepuluh mahasiswa yang tergabung dalam Student Research and Developement Teams (SR&DT) di pulau Poteran dan Maratua, Senin (20/10). Salah satunya ialah grup pulau Poteran yang memanfaatkan Moringa oleifera sebagai produk industri.

Gedung Rektorat, ITS Online - Sejak tahun 2013 lalu, tim dari Wismar University (WU) telah mempresentasikan tentang potensi kelor yang memiliki banyak kandungan gizi dan protein yang tinggi. Selain itu, daun kelor pun diyakini memiliki potensi untuk dijadikan bahan bakar alternatif layaknya daun yang berada di pulau Poehl, Jerman. Setelah datang ke Pulau Poteran, Madura, tim asal Jerman ini menemukan potensi tanaman kelor yang tumbuh subur di Pulau Poteran tersebut.

     Melihat hal itu, akhirnya tim mahasiswa yang mengajukan proposal untuk pengembangan pulau Poteran ini memutuskan untuk berfokus pada pengembangan tanaman kelor. Arida Wahyu Barselia dan keempat rekannya menemukan bahwa kelor tumbuh sangat subur di Pulau Poteran, namun potensinya hingga sekarang belum disadari oleh masyarakat lokal.

Presentasi SR&DT Poteran

     Dalam kehidupan masyarakat Poteran, daun kelor telah diolah secara tradisional. Pengolahannya ialah dengan menjadikannya sebagai tepung dan teh. Melihat hal tersebut, grup Poteran melihat potensi untuk mengembangkan pengolahan tradisional tersebut menjadi produk industri. Produk yang dipilih yakni produk makanan seperti jelly, kue kering, dan kue stik dari kelor.

     Dengan memanfaatkan tepung kelor menjadi produk makanan, bukan tidak mungkin pemanfaatan kelor bisa dikembangkan menjadi produk industri. Selain itu, Arida pun mengungkapkan bila kelor dijual dalam bentuk produk tepung, produknya tidak akan laku di pasar. Hal tersebut dikarenakan bau dan rasa tepung dari kelor cenderung aneh. "Selain itu dengan mengolahnya menjadi produk makanan, maka harga jual kelor akan menjadi lebih tinggi," ungkap mahasiswi Jurusan Biologi ITS ini.

   Lebih lanjut, Arida mengungkapkan bila produk makanan dari kelor memiliki banyak keunggulan. Menurutnya, kandungan protein yang tinggi dalam kelor berbanding terbalik dengan jumlah lemak yang terkandung di dalamnya. "Sehingga kue dari kelor merupakan solusi yang aman bagi mereka yang sedang berdiet," jelas mahasiswi berjilbab ini.

    Namun, inovasi ini hanya merupakan langkah awal dari penelitian potensi kelor di Pulau Poteran. Dr Tecn Endry Nugroho Prasetyo MEng mengungkapkan potensi kelor di Pulau Poteran sangat besar. Pria yang akrab disapa Endry ini memaparkan bila di pusat pengembangan Moringa oleifera di pulau Poehl malah tidak terdapat tanaman kelor. "Indonesia punya potensi yang lebih besar untuk pengembangan kelor," ungkap dosen Jurusan Biologi ITS ini.

     Namun, Endry melanjutkan Indonesia mempunyai saingan dalam memproduksi kelor, yakni Filipina dan India yang juga mulai mengembangkan tanaman kelor. Hanya saja, pria berkacamata ini mengungkapkan jenis kelor di Indonesia adalah jenis terbaik dibandingkan dengan yang ada di India dan Filipina. "Kini tergantung bagaimana kita bisa memanfaatkan kesempatan ini," ungkapnya.

Terhambat Dana Riset yang Minim

     Proyek SIDI sejatinya dirancang untuk jangka waktu yang panjang. Dr Ing Wolfang Busse dari WU mengungkapkan proposal yang diajukan oleh timnya digunakan dalam kurun waktu hingga tahun 2017. Sehingga, proyek pemanfaatan Moringa oleifera ini akan terus berkembang dalam kurun waktu tersebut.

    Namun, Endry mengungkapkan pengembangan kelor selalu terhambat oleh dana riset yang tidak mencukupi. Akhirnya, hasil riset yang diperoleh masih berada di 'kulitnya' saja. Sebenarnya, target tahun ini adalah pemasaran produk Moringa oleifera ke pasar Eropa. Namun, karena dana dan tenaga kerjanya kurang, maka kemajuan riset menjadi terhambat. "Meski begitu akan tetap ada perkembangan karena semangat mahasiswa, meskipun tidak sebanyak yang kita targetkan," pungkasnya. (gol/man)

Sumber : http://its.ac.id/berita/14212/en  download : 2014-11-07