Sustainable Island Developement Initiatives (SIDI) kembali dimulai, Senin (20/10). Tak mau kalah dengan Student Research and Developement Team (SD&RT) dari grup Poteran, tim Pulau Maratua turut mempresentasikan hasil karya timnya dalam kompetisi tahunan ini. Berbeda dengan grup Poteran yang berfokus pada pengolahan kelor, grup dari Pulau Maratua menekankan penelitian timnya pada pengembangan potensi Pulau Maratua sebagai objek wisata.

Gedung Rektorat, ITS Online - Pulau Maratua ialah pulau kecil yang berada di batas negara Indonesia, letaknya tak jauh dari Pulau Sulawesi. Pulau ini dianggap menyimpan potensi pariwisata yang besar, terutama di sektor wisata maritim. Bagaimana tidak, Pulau Maratua memiliki gugus terumbu karang nomor tiga terbaik dunia. "Selain itu, pulau Maratua juga dilewati Diving Network untuk para pencinta olahraga selam," ungkap Parasina Dewandari, salah satu anggota kelompok.

Presentasi SR&DT Maratua

     Meski begitu, ia mengatakan ternyata terumbu karang di pulau Maratua terancam rusak lantaran perilaku manusia yang tidak ramah lingkungan. Tergugah oleh fakta tersebut, Nadia Sanggra Puspita pun akhirnya mengajukan proposal teknologi bio-treck. Memang, lima mahasiswa ini berangkat dengan proposalnya masing-masing ketika mendaftar. Namun, akhirnya kelima proposal mereka digabungkan menjadi satu proyek pemanfaatan potensi wisata maritim pulau Maratua.

   Mahasiswa yang akrab disapa Nadia ini mengungkapkan bio-treck ialah teknologi transplantasi karang dengan metode bernama bio-rock. Caranya ialah menanamkan substrat koral dengan mengikatnya ke jaring koral di bawah laut. Jaring itu kemudian dialiri aliran listrik bertegangan rendah untuk memacu pertumbuhan koral. "Dengan bio-treck, koral bisa tumbuh 10 kali lebih cepat daripada cara alamiah," ungkap mahasiswa Jurusan Teknik Kimia ITS ini.

   Uniknya, kelompok Maratua sengaja mendesain bentuk coral net di perairan Maratua menyerupai peta negara Indonesia. Hal itu memang dilakukan untuk menciptakan kemenarikan tersendiri bagi taman bawah laut Maratua.

   Setelah masalah lingkungan, maka kelompok ini memikirkan permasalahan energi yang berada di pulau Maratua. Selama ini sumber energi pulau Maratua diyakini didapatkan dari tenaga solar panel. Namun, jumlah  panel surya ternyata sangat terbatas, sehingga aliran listrik tidak dapat dinikmati setiap waktu. "Namun hal tersebut bisa diatasi dengan inovasi wind-turbine dari proposal Dendy Satrio," jelas mahasiswi berjilbab ini.

     Dendy Satrio menciptakan gagasan mengenai turbin angin yang mampu menghasilkan energi listrik di pulau Maratua. Menurut Dendy, wind turbine bisa diaplikasikan dengan baik di pulau Maratua. "Hal ini dikarenakan kecepatan angin di Maratua cukup besar, yakni 2,5 hingga lima meter per sekon," ungkap mahasiswa Politeknik Elektro Negeri Surabaya (PENS) ini.

     Yang ketiga ialah Home Stay Scheme besutan Frenky Cahya Nugraha. Sistem home stay ini merupakan pemanfaatan rumah masyarakat lokal sebagai tempa menginap turis. Frenky mengungkapkan di Maratua, hanya terdapat satu resort yakni resort Nobucco, sementara 12 ribu turis datang ke Maratua tiap tahunnya. “Maka dari itu dengan sistem sewa sehari ini, turis bisa tetap mendapatkan tempat penginapan,” ungkap mahasiswa jurusan Teknik Perkapalan ITS ini.

    Menengok permasalahan transportasi menuju pulau Maratua, Andre Prakoso memiliki gagasan mengenai pemanfaatan solar boat. Ia memaparkan yang dimaksud dengan solar boat ialah kapal bertenaga surya yang sudah pernah diciptakan oleh mahasiswa ITS. Andre mengungkapkan pemanfaatan solar boat tentunya akan sangat efektif. "Selain hemat energi, kapal bertenaga surya juga ramah terhadap lingkungan," ungkap mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan ITS ini.

Tantangan Pengembangan Pulau Maratua

     Muhammad Badrus Zaman ST MT, pembimbing tim Maratua mengungkapkan ada banyak tantangan dalam proses pengembangan potensi Pulau Maratua. "Namun yang paling utama adalah bagaimana cara membangun kemauan masyarakat untuk maju," ungkap dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS ini.

      Menurutnya, di Pulau Maratua telah ada pembangkit listrik bertenaga surya, hanya saja masyarakat masih saja belum mengetahui bagaimana cara merawatnya dengan baik. Maka dari itu sangat diperlukan training dan pencerdasan kepada masyarakat Maratua. "Juga memperhatikan sistem pendidikan disana agar semangat belajarnya naik," ungkap pria yang akrab disapa Badrus ini.

   Tantangan lainnya adalah untuk memenuhi target pengembangan potensi pulau Maratua. Badrus mengungkapkan target tim ini hingga tahun 2017 ialah untuk menemukan desain yang pas mengenai bagaimana tata cara pengolahan sampah. "Selain itu, juga cara untuk mewujudkan kapal bertenaga surya untuk membantu transportasi pulau Maratua," pungkasnya. (gol/man)

Sumber : http://its.ac.id/berita/14213/en  download : 2014-11-07

Gedung Rektorat, ITS Online - Memilih Pulau Poteran dan Maratua sebagai target penelitian, SIDI berusaha merealisasikan pengembangan pulau terpencil melalui jalur penelitian hingga pengembangan wisata dan industri. SIDI akan mencoba mengadaptasi konsep pengembangan pulau Poehl di Jerman yang telah menerapkan konsep pengembangan berkelanjutan. Salah satu adaptasi pengembangan yang akan dilakukan adalah pemanfaatan teknologi  biomass pada kedua pulau tersebut.

Diskusi Observasi SIDI  

     Sumber Daya Manusia (SDM) juga mendapat perhatian dalam SIDI. SDM di kedua pulau tersebut dinilai masih sangat kurang. Pulau Poteran misalnya, hanya terdapat sekolah dasar yang beroperasi. Pulau Maratua juga tidak berbeda jauh, pulau yang hanya beranggotakan 3500 penduduk itu belum mempunyai Sekolah Menengah Atas.

      Selain itu, masyarakat lokal masih menjadikan nelayan sebagai pilihan profesi utama. "Tantangan yang kita hadapi adalah bagaimana cara untuk mengubah pandangan masyarakat agar tidak hanya mengutamakan nelayan sebagai profesi," ungkap Dr Ing Setyo Nugroho, wakil dekan Fakultas Teknologi Kelautan (FTK).  

Tindak Lanjut Observasi

     Pembahasan akan tindak lanjut dari observasi pulau Poteran dan Maratua yang dilakukan dari tanggal 15 sampai dengan 17 November juga dibahas dalam acara ini. Dr Endry Nugroho Prasetya Ssi Msi, Dosen Biologi ITS, menjelaskan bahawa akan dilakukan business line yang langsung melibatkan masyarakat pulau-pulau tersebut.

    ''Diharapkan masyarakat Poteran dan Maratua dapat mandiri dan mampu membuat produk berskala international. Kalau bisa, orang luar negeri langsung membeli ke sini dengan menggunakan mata uang asing, tidak lagi ke makelar atau penadah," ungkap Endry.

       Endry menjelaskan Poteran akan difokuskan untuk pengembangan tanaman Kelor. Tercatat 10 juta pohon kelor yang kini tumbuh di Poteran. Sayangnya penduduk sekitar tidak paham persis keutamaan kelor sebagai alternatif kelaparan dunia. "Kita akan membuat kelor tidak hanya sebagai sayur mayur, tetapi kelor yang diolah menjadi produk yang dapat diperkenalkan ke luar negeri," tambah Endry.

      Beda cerita dengan Pulau Maratua yang memiliki keindahan bahari. Ketua pelaksana SIDI, Dr Ing Setyo Nugroho menyebutkan terdapat dua hotel mewah yang telah berdiri di sana. "Pemiliknya orang Jerman dan Malaysia. Turis di sana banyak yang berdatangan ke Maratua untuk menikmati keindahan bahari di sana," lanjut wakil dekan FTK yang akrab dipanggil Yoyok tersebut.

       Yoyok mengatakan bisnis wisata di Maratua akan lebih menjanjikan ketimbang agrikultur. Struktur tanah Maratua yang mayoritas batuan menyulitkan penduduk untuk mengembangkan agrikultur. Penduduk Maratua berpotensi menjadi penduduk yang mempunyai bisnis wisata untuk daerahnya. ''Homestay, perhotelan, dan rumah makan berpotensi menjadi sumber mata pencaharian baru penduduk Maratua,'' tutur Yoyok.(m6/m10/m14/izz)

Sumber: http://old.its.ac.id/berita.php?nomer=12791, download 2014-11-06

 

BATUAN – Dalam rangka pengabdian kepada masyarakat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menggandeng Universitas Wiraraja (Unija) Sumenep untuk mengembangkan potensi yang ada di Sumenep. Salah satu potensi yang dikembangkan yaitu budidaya rumput laut di Kecamatan Talango. Kegiatan pengembangan potensi itu diawali dengan pelatihan dan penyuluhan budidaya dan teknologi pasca panen rumput laut.

     Pelatihan tersebut diikuti fasilitator yang akan secara intensif mendampingi petani rumput laut. ITS sengaja menghadirkan narasumber berpengalaman. ITS juga menghadirkan calon pembeli sehingga petani tahu kualitas rumput laut seperti apa yang diinginkan pasar. Fasilitator yang diikutkan meliputi tiga komponen. Yaitu dari ITS, Unija, dan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumenep.

     Pelatihan yang dilaksanakan selama dua hari itu dibagi menjadi dua bagian. Yaitu pelatihan bagi fasilitator yang diselenggarakan di Kampus Unija dan pelatihan langsung kepada petani rumput laut di Desa Palasa, Kecamatan Talango. Selanjutnya, fasilitator akan selalu berada di lokasi untuk memantau dan melaksanakan pendampingan bagi petani rumput laut.

      Hadir dalam pelatihan tersebut tim dari ITS yang dipimpin oleh Dr. Endry Nugroho Prasetyo, selaku Ketua Program Sustainable Island Development Initiative (SIDI). Dalam sambutannya, doktor lulusan Graz University Austria itu menyebutkan, pelatihan dan penyuluhan merupakan bagian dari program ITS terhadap dua pulau binaan yang salah satunya adalah Pulau Poteran di Sumenep.

      ”ITS telah sepakat dengan pemerintah daerah untuk bersama-sama mengembangkan potensi yang dimiliki Sumenep sehingga bisa berdaya saing dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” terang Endry Nugroho Prasetyo.

   Namun, ITS menyadari, agar pelaksanaan program SIDI berjalan lebih baik, maka perlu melibatkan perguruan tinggi daerah yang memang memiliki kemampuan di bidang SDM dan kelembagaan. Dan dipilihlah Unija untuk menjadi mitra kerja sama dalam rangka pengembangan program SIDI.

    Pembantu Rektor I Unija Sumenep Moh. Harun, ST., MT menyatakan, pihaknya siap bermitra dengan institusi mana pun termasuk ITS yang memang merupakan perguruan tinggi besar dan berkualitas. Program tersebut juga sejalan dengan apa yang dilakukan Unija selama ini seperti program desa binaan, program kreativitas mahasiswa, dan program lain yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    ”Saat ini Unija juga fokus untuk pengembangan kawasan lahan kering, pesisir, kelautan, dan kepariwisataan sesuai dengan Pola Ilmiah Pokok (PIP) yang dimiliki. Unija berharap kerja sama dengan ITS  tidak hanya di Pulau Poteran saja, namun lebih dari itu bisa mengembangkan potensi lain khususnya potensi unggulan yang ada di Sumenep,” papar harun.

     Drs. Moh. Halili, MM, selaku perwakilan dari DKP Sumenep menyatakan siap menyukseskan program SIDI. Menurut dia, dengan kerja sama dan penguatan yang dilakukan ITS dan Unija, akan semakin mempercepat tercapainya program yang telah direncanakan. ”Sebagai wujud konkret, kami telah mempersiapkan bibit yang diberikan secara gratis kepada petani rumput laut. Kami juga siap memberikan bantuan fasilitas. Bahkan kami juga sering memberikan pelatihan dan bantuan teknis secara berkala kepada para petani rumput laut,” Moh. Halili. (*/hud)

Sumber : http://radarmadura.co.id/2014/08/gandeng-unija-kembangkan-potensi-rumput-laut-di-sumenep/

Download 2014-11-07

Sustainable Island Developement Initiatives (SIDI) Week kembali hadir tahun ini. Kini, SIDI Week dibuka dengan presentasi hasil penelitian sepuluh mahasiswa yang tergabung dalam Student Research and Developement Teams (SR&DT) di pulau Poteran dan Maratua, Senin (20/10). Salah satunya ialah grup pulau Poteran yang memanfaatkan Moringa oleifera sebagai produk industri.

Gedung Rektorat, ITS Online - Sejak tahun 2013 lalu, tim dari Wismar University (WU) telah mempresentasikan tentang potensi kelor yang memiliki banyak kandungan gizi dan protein yang tinggi. Selain itu, daun kelor pun diyakini memiliki potensi untuk dijadikan bahan bakar alternatif layaknya daun yang berada di pulau Poehl, Jerman. Setelah datang ke Pulau Poteran, Madura, tim asal Jerman ini menemukan potensi tanaman kelor yang tumbuh subur di Pulau Poteran tersebut.

     Melihat hal itu, akhirnya tim mahasiswa yang mengajukan proposal untuk pengembangan pulau Poteran ini memutuskan untuk berfokus pada pengembangan tanaman kelor. Arida Wahyu Barselia dan keempat rekannya menemukan bahwa kelor tumbuh sangat subur di Pulau Poteran, namun potensinya hingga sekarang belum disadari oleh masyarakat lokal.

Presentasi SR&DT Poteran

     Dalam kehidupan masyarakat Poteran, daun kelor telah diolah secara tradisional. Pengolahannya ialah dengan menjadikannya sebagai tepung dan teh. Melihat hal tersebut, grup Poteran melihat potensi untuk mengembangkan pengolahan tradisional tersebut menjadi produk industri. Produk yang dipilih yakni produk makanan seperti jelly, kue kering, dan kue stik dari kelor.

     Dengan memanfaatkan tepung kelor menjadi produk makanan, bukan tidak mungkin pemanfaatan kelor bisa dikembangkan menjadi produk industri. Selain itu, Arida pun mengungkapkan bila kelor dijual dalam bentuk produk tepung, produknya tidak akan laku di pasar. Hal tersebut dikarenakan bau dan rasa tepung dari kelor cenderung aneh. "Selain itu dengan mengolahnya menjadi produk makanan, maka harga jual kelor akan menjadi lebih tinggi," ungkap mahasiswi Jurusan Biologi ITS ini.

   Lebih lanjut, Arida mengungkapkan bila produk makanan dari kelor memiliki banyak keunggulan. Menurutnya, kandungan protein yang tinggi dalam kelor berbanding terbalik dengan jumlah lemak yang terkandung di dalamnya. "Sehingga kue dari kelor merupakan solusi yang aman bagi mereka yang sedang berdiet," jelas mahasiswi berjilbab ini.

    Namun, inovasi ini hanya merupakan langkah awal dari penelitian potensi kelor di Pulau Poteran. Dr Tecn Endry Nugroho Prasetyo MEng mengungkapkan potensi kelor di Pulau Poteran sangat besar. Pria yang akrab disapa Endry ini memaparkan bila di pusat pengembangan Moringa oleifera di pulau Poehl malah tidak terdapat tanaman kelor. "Indonesia punya potensi yang lebih besar untuk pengembangan kelor," ungkap dosen Jurusan Biologi ITS ini.

     Namun, Endry melanjutkan Indonesia mempunyai saingan dalam memproduksi kelor, yakni Filipina dan India yang juga mulai mengembangkan tanaman kelor. Hanya saja, pria berkacamata ini mengungkapkan jenis kelor di Indonesia adalah jenis terbaik dibandingkan dengan yang ada di India dan Filipina. "Kini tergantung bagaimana kita bisa memanfaatkan kesempatan ini," ungkapnya.

Terhambat Dana Riset yang Minim

     Proyek SIDI sejatinya dirancang untuk jangka waktu yang panjang. Dr Ing Wolfang Busse dari WU mengungkapkan proposal yang diajukan oleh timnya digunakan dalam kurun waktu hingga tahun 2017. Sehingga, proyek pemanfaatan Moringa oleifera ini akan terus berkembang dalam kurun waktu tersebut.

    Namun, Endry mengungkapkan pengembangan kelor selalu terhambat oleh dana riset yang tidak mencukupi. Akhirnya, hasil riset yang diperoleh masih berada di 'kulitnya' saja. Sebenarnya, target tahun ini adalah pemasaran produk Moringa oleifera ke pasar Eropa. Namun, karena dana dan tenaga kerjanya kurang, maka kemajuan riset menjadi terhambat. "Meski begitu akan tetap ada perkembangan karena semangat mahasiswa, meskipun tidak sebanyak yang kita targetkan," pungkasnya. (gol/man)

Sumber : http://its.ac.id/berita/14212/en  download : 2014-11-07

     SIDI Week yang dihelat kali ini memfokuskan pada diskusi hasil kunjungan ke Jerman yang telah dilakukan oleh tim SIDI bersama mitra dari Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tanggal 18 - 24 Mei yang lalu, dan pembentukan Student Research and Development Team (SR&DT) gelombang pertama.

Kunjungan ke Jerman

     Rangkaian acara diawali dengan seminar proposal mahasiswa. Mahasiswa yang presentasi pada seminar hari Sabtu, 14 Juni 2014 berjumlah 7 orang untuk tiap-tiap pulau (Maratua & Poteran). Mahasiswa-mahasiswa tersebut sebelumnya telah lolos seleksi dokumen menyisihkan belasan mahasiswa lainnya. Setelah melalui pertimbangan yang ketat, dipilihlah 5 mahasiswa untuk Pulau Maratua, dan 7 mahasiswa untuk Pulau Poteran.

     Pada hari Rabu, 18 Juni 2014, terdapat serangkaian acara yang berlangsung secara berurutan dan acara yang berlangsung secara paralel. Diawalai dari kunjungan tim Hochschule Wismar ke Rektor ITS, acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi hasil kunjungan ke Jerman, rencana kedepan, serta pelaksanaan program SR&DT. Pada diskusi tersebut, selain tim SIDI ITS dan tim Hochschule Wismar, peserta yang hadir antara lain KKP, Dinas-dinas dari Pemerintah Kabupaten Sumenep, Delegasi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Delegasi Universitas Wiraraja Sumenep, serta mitra-mitra industri.

SIDI Week Juni 2014

      Setelah diskusi bersama, kemudian acara dilanjutkan dengan diskusi kelompok yang terdiri dari kelompok Maratua dan kelompok Poteran untuk membahas langkah konkret apa yang akan dilakukan kedepan sesuai dengan skema kerjasama yang telah ada dan perkembangan-perkembagan terkini termasuk hasil kunjungan ke Jerman. Dari hasil kunjungan tersebut, pihak Jerman menawarkan kerjasama Indonesia-Jerman berupa pengembangan dan pembuatan teknologi tepat guna untuk diterapkan di Pulau Maratua dan Pulau Poteran.

      Sebagai penutup rangkaian SIDI Week Juni 2014 di Surabaya, tim Hochschule Wismar memberikan kuliah tamu dan pelatihan pada tanggal 18 - 19 Juni kepada mahasiswa ITS, khususnya mahasiswa peserta SR&DT.

    Setelah rangkaian acara di Surabaya berakhir, SIDI Week Juni 2014 kemudian dilanjutkan dengan kunjungan tim SR&DT ke Pulau Maratua dan Pulau Poteran. Kunjungan ke Pulau Maratua dilaksanakan mulai tanggal 21 - 25 Juni, sedangkan kunjungan ke Pulau Poteran dilaksanakan mulai tanggal 20 - 22 Juni. Tujuan dari kunjungan kali ini adalah untuk mengumpulkan data sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh tiap-tiap mahasiswa.

Observasi ke Poteran